Loading...
Kembali

Tips Mewujudkan Pembelajaran Bermakna di Kurikulum Merdeka Melalui Design Thinking

Dipublikasikan oleh AFINA ANINNAS

Pada 03 January 2025

Halo Rekan Guraru! Proses pembelajaran merupakan sarana peserta didik untuk memecahkan masalah dan menemukan pengetahuan baru. Sebagai seorang guru, pasti kita selalu mencari cara terbaik untuk mempermudah peserta didik dalam memahami konsep, melatih berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi. Namun demikian, apakah yang menurut kita terbaik pasti akan terbaik juga untuk peserta didik? Design Thinking membawa perspektif baru bagi kita untuk menjadi guru yang lebih banyak mendengar kebutuhan peserta didik, bukan terkesan memaksa peserta didik untuk cocok terhadap apa yang kita berikan. Apa itu design thinking? Simak artikel ini hingga akhir. 

Pengertian Konsep Design Thinking

Design Thinking merupakan pendekatan sistematis dan iteratif untuk memecahkan masalah dengan fokus pada pengguna. Iteratif berarti proses memecahkan masalah yang dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan penyesuaian dan perbaikan berdasarkan umpan balik dari pengguna. Dalam konteks pendidikan, design thinking digunakan untuk merancang proses pembelajaran/lingkungan belajar yang benar-benar dibutuhkan dan berfokus pada keinginan peserta didik. Penerapan Design Thinking dalam pendidikan memiliki karakteristik:

  1. Design thinking merupakan pendekatan integratif untuk memecahkan masalah yang berfokus pada kebutuhan peserta didik.
  2. Berorientasi pada peserta didik dan menekankan pada empati. Peserta didik memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan sebelum merencanakan pembelajaran.
  3. Berusaha menghasilkan prototipe dalam mewujudkan ide yang diperoleh dari pendapat peserta didik.
  4. Design Thinking merupakan proses iteratif yang terdiri dari siklus-siklus pengembangan solusi. Kegagalan dianggap menjadi bagian alami dari proses, dan merupakan kesempatan untuk belajar
  5. Memerlukan responden dari peserta didik yang beragam agar dapat mendapat masukan yang lebih luas.
  6. Membutuhkan kolaborasi untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas

 

Penerapan Design Thinking dalam Kurikulum Merdeka

Design thinking dapat diterapkan melalui berbagai kegiatan di sekolah, seperti MGMP sekolah atau tim pengembang P5 karena syarat design thinking adalah bekerja secara tim dan komunikasi terbuka antar anggota. Penerapan design thinking dapat digunakan untuk mewujudkan lingkungan belajar, membuat media pembelajaran, model pembelajaran maupun strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik.

Tahapan/ Fase Design Thinking

Design thinking memiliki 5 tahapan sebelum diimplementasikan, diantaranya adalah

  1. Emphatize – Membangun Empati

Fase empati, guru membentuk pemahaman mendalam terhadap karakteristik dan apa yang dibutuhkan peserta didik. Pemahaman dapat diperoleh melalui cara empatis seperti wawancara, menempel sticky notes berupa harapan dan keinginan peserta didik, menggali pengalaman peserta didik dan menempatkan masukan peserta didik sebagai tujuan utama.

  1. Define – Merumuskan Tujuan

Fase define, setelah memperoleh pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan peserta didik maka dilanjutkan degan merumuskan tujuan perancangan. Cara merumuskan tujuan juga harus menggunakan empati, dimana masukan dari peserta didik dinyatakan secara spesifik dalam rumusan. Misalnya “bagaimana kita bisa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan agar dapat mewujudkan pembelajaran bermakna dan nyaman bagi peserta didik?”

  1. Ideate – Ideasi, Menciptakan Solusi

Setelah merumuskan tujuan, maka dilanjutkan dengan menciptakan solusi. Solusi ini tidak dibuat berdasarkan pemikiran kritis-analitis pribadi yang cenderung menghilangkan masukan peserta didik, namun menciptakan solusi yang menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan peserta didik. Misalnya, peserta didik merasa senang dan nyaman ketika kelas bersih dan pembelajaran dilaksanakan berbasis game. Maka, solusi yang ditawarkan oleh guru adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament (TGT).

  1. Prototype – Mengembangkan Prototipe

Fase prototype merupakan tahapan untuk mewujudkan ide dalam bentuk pemodelan yang nyata. Model ini disebut dengan prototipe yang dapat digunakan untuk menguji dan memvalidasi masukan dari peserta didik secara cepat. Prototipe cukup dibuat dengan sesuatu yang mudah namun dapat menggambarkan apa yang diinginkan oleh peserta didik. Misalnya, membuat rancangan game perang dinding sebagai media dalam model TGT.

  1. Test/ Evaluate – Menguji coba Prototipe

Setelah membuat prototipe, tahapan selanjutnya adalah mengujicobakan. Prototipe diujicobakan kepada peserta didik dan dievaluasi efektivitasnya. Penilaian dapat berupa respon peserta didik maupun penilaian aktivitas belajar. Dari penilaian itu maka guru akan mendapatkan pemahaman yang berguna untuk menyempurnakan rancangannya.

Fase atau tahapan dalam design thinking tidak harus dilaksanakan secara berurutan, guru dapat memulai dari fase manapun sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pelaksanaan tahapan design thinking dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Contoh Kasus Penerapan Design Thinking dalam Pembelajaran

Bu Ani merupakan guru kelas 2 di pinggiran Kabupaten Lamongan. Bu Ani menemukan bahwa peserta didiknya mulai bosan dan tidak nyaman belajar di kelas. Bu Ani menggunakan design thinking untuk menyelesaikan masalah ini. Tahapannya adalah

  1. Fase Empati, Bu Ani membagikan sticky notes kepada seluruh peserta didiknya. Bu Ani mengarahkan kepada peserta didik agar menuliskan secara anonim guru seperti apa yang disukai, kondisi belajar seperti apa yang membuat mereka nyaman dan senang. Sticky notes tersebut ditempelkan di papan tulis/mading. Peserta didik dapat membaca masukan dari temannya meskipun secara anonim.
  2. Fase define, Bu Ani menganalisis masukan peserta didik dari sticky notes yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis, peserta didik menyukai pembelajaran yang disertai game, banyak bergerak dan menginginkan agar gurunya menjadi pribadi yang dapat diajak komunikasi dengan santai.
  3. Fase Ideate. Berdasarkan masukan dari peserta didik, Bu Ani merefleksi diri agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan peserta didiknya namun tetap ada batasan antara peserta didik dan guru. Kemudian Bu Ani mengideasi akan membuat permainan ular tangga dalam pelajaran karena peserta didiknya mengharapkan kegiatan berbasis game dan banyak bergerak.
  4. Fase Prototipe. Bu Ani membuat prototipe berupa cetakan permainan ular tangga dengan ukuran besar, 1 dadu dari kardus bekas dan kartu soal untuk pertanyaan. Bu Ani juga menyiapkan lembar penilaian aktivitas belajar dan respon peserta didik.
  5. Fase Testing. Prototipe yang telah dibuat kemudian diujikan kepada peserta didik dan melakukan penilaian. Setelah dinilai, ternyata ada satu kelompok yang terlalu homogen sehingga menyebabkan permainan kurang adil. Kekurangan inilah yang dijadikan Bu Ani sebagai bahan evaluasi dan membuat rencana tindak lanjut. Bu Ani dapat melakukan pemindahan kelompok untuk pembelajaran berikutnya

Nah itulah ulasan terkait design thinking dalam kurikulum merdeka. Semoga dapat menambah wawasan dan menjadi referensi bagi Rekan Guraru untuk mewujudkan pembelajaran bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik. Mari menjadi guru yang banyak mendengar peserta didik, nantikan artikel terbaru dari Pengelola Guraru dan semangat berinovasi!


Referensi:

Azhari, Imam. Penerapan Design Thinking dalam Pendidikan dan Tantangannya. Yogyakarta: UAD.

https://www.nngroup.com/articles/design-thinking/

 

 



 



Logo

Platform Guru Era Baru ini telah mengalami perkembangan yang awalnya adalah hanya mewadahi komunitas antara sesama guru dan praktisi pendidikan, namun kini bertransformasi menjadi sebuah wadah solusi pendidikan yang memudahkan mereka untuk dapat mengembangan kapasitas dan daya saing mereka di era digital ini melalui dukungan teknologi.