Penerapan School Well-being Melalui Disiplin Positif
Dipublikasikan oleh AFINA ANINNAS
Pada 14 January 2025
Halo Rekan Guraru! Kurikulum Merdeka yang saat ini sedang kita laksanakan berfokus pada kesejahteraan peserta didik. Kurikulum ini dirancang untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia dan nyaman bagi semua pihak. Kesejahteraan peserta didik di sekolah dikenal dengan school well being. Artinya, peserta didik memiliki emosional positif yang dihasilkan dari keselarasan antara faktor lingkungan sekolah, kebutuhan pribadi siswa, dan harapan siswa. Mewujudkan school well being tentunya harus didukung oleh semua pihak di sekolah terutama guru untuk menyediakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Bagaimana caranya? Simak artikel ini hingga akhir.
Pengertian School Well-being
School well-being merupakan sebuah konsep tentang sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan sehingga peserta didik dapat memenuhi kebutuhannya di sekolah baik secara materiil maupun non-materiil. Kebutuhan tersebut terdiri dari having, loving, being dan health.
Dimensi School Well-being
4 dimensi yang dapat menggambarkan school well being adalah:
- Having: kondisi/situasi sekolah, seperti fasilitas, sarana dan prasarana, kurikulum, dan kebijakan sekolah.
- Loving: hubungan sosial, seperti hubungan dengan guru, teman sebaya, dan lingkungan sekolah.
- Being: pemenuhan diri, seperti minat, bakat, dan potensi diri.
- Health: kesehatan fisik dan mental.
Faktor yang Mempengaruhi School Well-being
- Kondisi Peserta Didik. Kepribadian siswa, termasuk motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi, disiplin dan kemampuan bekerja saling mempengaruhi.
- Guru. Kesejahteraan mental guru yang baik dapat menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. Selain itu, guru harus memiliki kemampuan memahami peserta didik agar dapat membantu siswa beradaptasi dengan budaya sekolah dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
- Lingkungan Belajar. Lingkungan belajar bagi peserta didik tidak terbatas pada ruang kelas. Ki Hajar Dewantara menyadari bahwa di dalam kehidupan anak, terdapat tiga lingkungan yang memiliki peran penting bagi kesuksesan pendidikan dan menjadi pusat pendidikan itu sendiri. Lingkungan belajar menurut Ki Hajar Dewantara terdiri atas sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Prinsip Tri Pusat Pendidikan menunjukkan bahwa ketiga lingkungan tersebut harus saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan berpihak pada peserta didik. Sinergi ini mencakup pelaksanaan tanggung jawab sesuai peran masing-masing pihak, baik itu di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.
Menciptakan School Well-being melalui Disiplin Positif
Selain ketiga aspek untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman dan nyaman bagi peserta didik, guru perlu membentuk karakter positif pada peserta didik, salah satunya adalah melalui disiplin positif. Ketika seluruh peserta didik memiliki pemahaman yang kuat mengenai pentingnya disiplin, maka mereka akan saling menghormati dan memahami hak serta kewajiban masing-masing.
Disiplin mengajarkan peserta didik bagaimana cara bersikap yang benar dan masuk akal bagi mereka, sementara hukuman hanya menyatakan bahwa peserta didik melakukan sesuatu yang salah tanpa memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan. Ketika disiplin tumbuh dari motivasi internal anak, maka dapat disebut sebagai disiplin positif. Berikut adalah perbedaan antara disiplin positif dan negatif
Disiplin Positif |
Disiplin Negatif |
|
|
Disiplin yang efektif menciptakan pengalaman positif bagi anak dalam interaksi sosial, menekankan pentingnya hubungan yang inklusif dan diakui (dengan rasa memiliki dan dihargai). Selain itu, disiplin positif juga menanamkan keterampilan sosial dan keterampilan hidup, seperti menghargai orang lain, kemampuan memecahkan masalah, kerjasama, dan kemampuan berkontribusi pada lingkungan sekolah, rumah, atau masyarakat secara lebih luas.
Contoh Aksi Nyata Penerapan Disiplin Positif dalam Kelas
- Membuat kesepakatan awal tertulis bersama dengan peserta didik. Seluruh peraturan dan penerapan tindak kedisiplinan disetujui dan ditandatangani bersama oleh guru dan peserta didik. Peraturan kelas dan tanda tangan peserta didik ditempelkan di masing masing-masing.
- Melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran. Peserta didik dan guru memiliki hak yang sama untuk memberikan masukan atas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Refleksi kepada guru maupun teman sekelas dapat dilakukan melalui “kotak cinta” dengan identitas anonim untuk menghindari perundungan dan penilaian subjektif. “kotak cinta” untuk teman hanya diungkapkan sekali kemudian selanjutnya disimpan oleh guru.
- Membangun hubungan yang positif antar teman maupun dengan guru pada saat proses pembelajaran, saling menghargai dan tolong menolong.
- Mengajarkan sikap empati kepada sesama teman. Empati tidak harus berupa materi, namun dapat ditunjukkan dengan sikap yang lain seperti mendoakan dan menjaga perasaan.
- Selalu memperhatikan kondisi emosional peserta didik pada saat proses pembelajaran. Seorang guru harus selalu peka dan memahami keadaan peserta didiknya. Apabila kurang baik dan berpotensi melanggar kesepakatan awal, maka seorang guru harus spontan untuk merubah suasana agar pembelajaran terlaksana secara efektif namun tetap disiplin dalam belajar.
Nah itulah penjelasan terkait langkah untuk mewujudkan school well-being melalui penerapan disiplin. Semoga dapat menjadi referensi dan menambah wawasan Rekan Guraru untuk menerapkan pendidikan yang berpihak pada peserta didik. Nantikan artikel terbaru dari Pengelola Guraru di sesi selanjutnya. Semangat mengabdi!
Referensi
Fatimah, I., & Kusdaryani, W. (2023). Gambaran Kesejahteraan Siswa pada Implementasi Kurikulum Merdeka. In Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling (SMAILING) (Vol. 1, No. 1, pp. 266-277).
Anggreni, N. M. S., & Immanuel, A. S. (2020). Model School Well-Being Sebagai Tatanan Sekolah Sejahtera Bagi Siswa. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, 1(3), 146-156.