Loading...
Kembali

Pendidikan yang Memerdekakan Bagi Peserta Didik di Era Kurikulum Merdeka

Dipublikasikan oleh AFINA ANINNAS

Pada 07 April 2025

Halo Rekan Guraru! Di tengah dinamika perkembangan zaman, sistem pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan untuk terus beradaptasi dan berkembang. Salah satu langkah signifikan yang diambil pemerintah adalah penerapan Kurikulum Merdeka, yang berakar pada filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan dan fleksibilitas lebih besar kepada peserta didik untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka. Oleh karena itu, pendidikan diharapkan tidak hanya menjadi proses transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi wahana untuk memerdekakan potensi individu, membentuk karakter, dan menyiapkan generasi yang siap menghadapi masa depan dengan bekal kemandirian dan kreativitas. Pendidikan yang memerdekakan menjadi kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Lantas bagaimana pendidikan yang memerdekakan?

Konsep Pendidikan Yang Memerdekakan 

Ki Hajar Dewantara mengemukakan filosofi pendidikan yang mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Beliau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada peserta didik, mengantarkan mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia. Peran pendidik, menurut Ki Hajar Dewantara bukanlah untuk mengubah kodrat anak, melainkan menuntun perkembangannya. Pendidik bertugas memandu anak agar potensi dan bakat mereka dapat berkembang optimal, tanpa mengubah jati diri mereka. 

Kodrat anak yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya serta identitas sosial dimana peserta didik tumbuh, termasuk kepercayaan dan pengetahuan tradisional.  Misalnya, sosial budaya peserta didik di Indonesia bagian Barat dan Timur tentu memiliki perbedaan. Sedangkan kodrat zaman merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan koteks dan keadaan zaman yang sedang berlangsung. Misalnya, pendidikan saat ini harus menekankan kemampuan abad 21 dan sesuai dengan masa yang dialami peserta didik seperti interaksi, teknologi dan cara belajar. Mendidik anak 10 tahun yang lalu tentu sudah sangat berbeda dengan sekarang. 

Kemerdekaan atau kebebasan dalam konsep pendidikan yang memerdekakan bukanlah sikap semaunya sendiri. Namun, kemerdekaan dalam pendidikan mengarah pada sikap memberi penghargaan terhadap keunikan dan karakteristik masing-masing individu. Kurikulum tetap diperlukan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan.  Konsep kemerdekaan inilah yang dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi secara optimal, menghayati dan pada akhirnya dapat memilih arah hidupnya sendiri. 

Cara Mengetahui Kebutuhan Peserta Didik 

Sebagai seorang Guru, kita harus menyadari bahwa setiap peserta didik adalah unik dengan karakteristiknya masing-masing. Dengan keyakinan bahwa setiap peserta didik adalah unik, guru dapat menyadari keragaman yang ada. Keragaman ini mencakup berbagai aspek seperti karakteristik, potensi, dan kebutuhan belajar yang masinh masing harus direspon dengan tepat. Jika tidak, maka akan terjadi kesenjangan belajar dimana pencapaian peserta didik tidak sesuai dengan potensi yang seharusnya bisa dicapai. Untuk mengetahui kebutuhan peserta didik, setidaknya dapat kita lihat dari 3 aspek.

  1. Kesiapan Belajar. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas peserta didik untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas. Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki peserta didik saat ini sesuai dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Tujuan mengetahui kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memastikan bahwa seluruh peserta didik mendapatkan pengetahuan baru yang tepat dan menantang.
  2. Minat Belajar. Minat belajar adalah ketertarikan atau keinginan peserta didik untuk mengetahui dan mempelajari sesuatu. Minat belajar dapat berasal dari dalam diri  seperti rasa ingin tahu, atau dari luar seperti dorongan dari guru atau lingkungan yang mendukung. Minat belajar yang tinggi pada umumnya membantu peserta didik untuk lebih termotivasi, fokus, dan aktif dalam belajar.  Tujuan mengetahui pemetaan minat belajar adalah tidak lain adalah untuk membantu peserta didik menyadari bahwa terdapat kecocokan antara sekolah dengan kesenangan mereka untuk belajar.
  3. Profil Belajar. Profil belajar adalah gambaran tentang cara belajar peserta didik yaitu preferensi, gaya belajar, potensi, kelemahan, dan kebutuhan khusus mereka. Hal ini termasuk preferensi berupa cara menerima pengetahuan (melihat, mendengar, atau bergerak) dan apakah mereka lebih suka belajar sendiri atau bersama orang lain. Dengan mengetahui profil belajar, guru dapat menyesuaikan strategi, model dan  metode pembelajaran yang cocok untuk memenuhi kebutuhan peserta didik

Implementasi Pendidikan yang Memerdekakan di Indonesia 

Dalam mengimplementasikan pendidikan yang memerdekakan peserta didik, terdapat beberapa rekomendasi pendekatan pembelajaran yang digunakan.

  1. Pembelajaran Berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi seluruh kebutuhan peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti guru mengajar dengan cara yang berbeda sejumlah peserta didik, melainkan dikelompokkan berdasarkan profil, minat maupun kesiapan belajar kemudian diberikan treatment yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Terdapat 3 jenis pembelajaran berdiferensiasi yaitu proses, produk dan lingkungan belajar.
  2. Teaching at the Right Level. Teaching at the Right Level (TaRL) merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan level kemampuan peserta didik. Pembelajaran TaRL dapat dilakukan dengan mengelompokkan level kemampuan peserta didik dan mamberikan treatment sesuai kemampuan. TaRL bukan berarti peserta didik dengan kemampuan rendah diberikan soal yang mudah, seluruh peserta didik memiliki tujuan pembelajaran yang sama namun berbeda pada perlakuan berupa bantuan yang diberikan pada saat proses pembelajaran. Bantuan dapat berupa petunjuk yang lebih rinci atau tambahan bahan ajar. 
  3. Culturally Responsive Teaching. Culturally Responsive Teaching (CRT) adalah pendekatan pembelajaran yang memberi pengakuan dan mengintegrasikan budaya peserta didik ke dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran CRT harus didasarkan pada kearifan lokal peserta didik, bukan wilayah lain sehingga pengetahuan yang diperoleh peserta didik lebih bermakna dan sesuai target. 

 

Nah, itulah penjelasan terkait pendidikan yang memerdekakan dan contoh implementasinya. Semoga dapat menambah wawasan dan referensi Rekan Guraru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran. Nantikan artikel terbaru dari Pengelola Guraru di sesi selanjutnya!

 

Referensi

Wardani, S., Asbari, M., & Misri, K. I. (2023). Pendidikan yang Memerdekakan, Memanusiakan dan Berpihak pada Murid. Journal of Information Systems and Management (JISMA)2(5), 35-43.

Kusuma, O. D. 2022. Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid. Jakarta: GTK Kemdikbud Ristek

Logo

Platform Guru Era Baru ini telah mengalami perkembangan yang awalnya adalah hanya mewadahi komunitas antara sesama guru dan praktisi pendidikan, namun kini bertransformasi menjadi sebuah wadah solusi pendidikan yang memudahkan mereka untuk dapat mengembangan kapasitas dan daya saing mereka di era digital ini melalui dukungan teknologi.